PERINGATAN DINI CORAL BLEACHING DI TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH
13-19 September 2020 pada saat melakukan monitoring populasi kima di perariran Pulau Wairundi, tim dari Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih menemukan adanya Pemutihan Karang/coral bleaching. Coral bleaching merupakan peristiwa perubahan warna jaringan pada terumbu karang menjadi warna putih. Pemutihan terjadi ketika alga yang bersimbiosis (zooxanthellae) yang merupakan tempat bergantungnya polip karang untuk mendapatkan makanan menghilang. Alga tersebut juga yang memberi warna pada terumbu. Keadaan pemutihan yang terlalu lama (lebih dari sepuluh minggu) dapat menyebabkan kematian polip karang pada akhirnya.
Mayoritas pemutihan terumbu karang secara besar besaran dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini berhubungan dengan peningkatan suhu permukaan laut (SPL) dan khususnya pada HotSpot (Hoegh-Guldberg, 1999). HotSpot adalah daerah dimana SPL naik hingga melebihi maksimal perkiraan tahunan (suhu tertinggi pertahun rata-rata selama sepuluh tahun) di lokasi tersebut (Goreau and Hayes, 1994). Apabila HotSpot dari 1oC di atas maksimal tahunan bertahan selama sepuluh minggu atau lebih, pemutihan pasti terjadi (Wilkinson, 1999).
Coral bleaching yang dijumpai di perairan Pulau Wairundi pada saat monitoring diduga juga berhubungan dengan kenaikan SPL. Data pada saat penyelaman menunjukkan di empat spot penyelaman dengan konsisten menunjukkan suhu perairan sebesar 30oC. Coral bleaching yang dijumpai terjadi pada bentuk pertumbuhan karang Acropora Table, Acropora Branching, Acropora Encrusting dan Coral Mushroom (Gambar 1). Penyebabnya adalah tingginya tingkat kekeruhan dan sedimentasi air, penyakit, kadar garam yang tidak normal dan polusi.
Gambar 1. Coral bleaching yang dijumpai di perairan Pulau Wairundi, Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Secara mengejutkan kawasan perairan Papua Barat termasuk kawasanTNTC mendapatkan Bleaching Alert Area hingga mencapai Level Dua. Data tersebut diperoleh dari NOAA Coral Reef Watch. Terdapat kenaikan suhu permukaan laut mulai pada tanggal 13 Oktober 2020 hingga rentang waktu 9-12 minggu ke depan. Hal ini diprediksi akan menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi terumbu karang yaitu terjadi coral bleaching di perairan Papua Barat termasuk di Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
Gambar 2. Bleaching alert area di kawasan perairan Papua Barat
Perlu adanya tindak lanjut terhadap peringatan dini coral bleaching yang dikeluarkan oleh NOAA- Coral Reef Watch. Jika tidak, Coral bleaching yang berlanjut pada kematian karang tidak hanya berdampak negatif pada komunitas karang, tetapi juga berdampak pada komunitas ikan dan komunitas manusia yang menggantungkan mata pencahariannya pada perikanan laut.
Hampir semua yang ada di ekosistem terumbu karang bergantung pada karang, atau pada struktur terumbu karang dalam beberapa cara. Koloni karang menyediakan sumber makanan dan tempat berlindung bagi banyak organisme yang berhubungan dengan terumbu dan kesehatannya sangat penting bagi ekologi komunitas terumbu. Para ilmuan menemukan bahwa dampak ekologis dari penurunan karang dapat memiliki efek merugikan pada komunitas ikan.
Studi kasus di TWP Gili Matra (Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan) pada tahun 2017 menerangkan bahwa dampak bleaching menyebabkan sedikitnya rekrutmen karang yang mengakibatkan proses recovery area terdampak menjadi lambat dikarenakan juvenil karang baru sebagian besar mati. Dampak kedua dari bleaching ini yaitu kelimpahan ikan yang turun signifikan, hal ini mengindikasikan yang tersedia hanya ikan-ikan ukuran besar (dewasa) dan sedikitnya ikan-ikan termasuk juvenile (Setiawan., dkk, 2017). Degradasi terumbu karang juga sangat mempengaruhi komunitas manusia yang bergantung padanya. Ratusan juta orang bergantung pada manfaat yang disediakan oleh terumbu karang, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti kegiatan wisata.
Mengingat kejadian coral bleaching juga tergantung pada lokasi, kondisi lingkungan, musim atau komposisi spesies karang, maka diperlukan pengamatan lanjutan di spot-spot lain di TNTC sekaligus memetakan kondisi tutupan dan kesehatan terumbu karang sehingga dapat dirumuskan upaya-upaya rehabilitasi atau restorasi yang mungkin dapat dilakukan terlepas dari kegiatan perlindungan dan pengamanan yang selama ini telah dilakukan.
Nur Asni Puspita Sari, S.Kel
Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Pertama