Sadar Akan Bahaya Sampah Plastik, Masyarakat Kampung Aisandami Mulai Berbenah
Sampah menjadi permasalahan yang serius akhir-akhir ini di Indonesia. Terlebih untuk jenis sampah plastik yang jumlahnya kian hari kian bertambah. Plastik merupakan benda yang lama terurai di alam. Bahkan dapat membutuhkan waktu hingga 1000 tahun untuk diuraikan secara alami oleh bumi. Sering kita lihat di pinggir-pinggir jalan, sungai, selokan, bahkan laut, terdapat sampah plastik yang masih utuh bentuknya. Hal ini menandakan bahwa sampah plastik sangat sulit terurai di alam. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018, ada sebanyak 64 juta ton/tahun sampah plastik yang dihasilkan oleh Indonesia. Bisa dibayangkan, berapa ratusan bahkan ribuan tahun yang diperlukan untuk mengurai sampah plastik selama satu tahun tersebut. Sungguh, hal ini harus mulai kita renungkan dan jadikan perhatian khusus.
Permasalahan sampah plastik di Indonesia terus meningkat. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, terlebih isu-isu yang sedang hangat kini adalah isu sampah yang mengotori lautan dan menyebabkan banyak biota laut mati. Kita ambil salah satu contoh, tahun 2018 di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, ditemukan paus sperma yang mati karena makan sampah plastik. Seberat 5,9 kg plastik ditemukan di dalam perut paus tersebut, yang terdiri atas sandal jepit, plastik keras, kantong plastik, botol plastik, gelas plastik, dan tali rafia (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46284830). Dari kasus tersebut tim Polhut, Peh dan Penyuluh SPTN Wilayah III Aisandami belajar dan mewaspadai ancaman sampah plastik itu. Mengingat kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih terdiri dari banyak biota laut, hal seperti kasus diatas bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Tentu penyebab ini adalah kelalaian dan keegoisan kita sebagai manusia. Sampah yang harusnya dibuang di tempat sampah, terkadang malah dibuang ke alam begitu saja. Hal seperti ini menjadi tantangan bagi tim SPTN Wilayah III Aisandami untuk menjaga dan mengelola kawasan agar terhindar dari pencemaran sampah plastik.
Penyuluh Kehutanan SPTN Wilayah III Aisandami pun melakukan wawancara mengenai bahaya sampah plastik ini kepada beberapa masyarakat. Dari hasil wawancara dengan masyarakat di lapangan, masyarakat di Kampung Aisandami sudah mulai paham dan sadar akan bahaya kantong plastik. Akan tetapi karena terbatasnya pengetahuan, sampah plastik hasil kegiatan rumah tangga mereka masih dikelola dengan cara dibakar. Padahal ada banyak cara untuk melakukan pengelolaan sampah plastik tersebut, yaitu dengan mengolahnya menjadi barang-barang yang bermanfaat. Contoh : botol plastik dapat diubah menjadi tempat pensil, kantong plastik dapat diubah menjadi bunga plastik, dompet, tas dan lain sebagainya.
Tidak perlu menunggu lama, tim Polhut, Peh dan Penyuluh SPTN Wilayah III Aisandami segera melakukan dua kegiatan sosialisasi dan simulasi kepada masyarakat Kampung Aisandami. Kegiatan pertama adalah kegiatan sosialisasi dan simulasi sampah organik dan anorganik. Kegiatan kedua adalah kegiatan sosialisasi dan simulasi sampah plastik menjadi kerajinan tangan.
Kegiatan pertama, masyarakat diberi pengetahuan untuk memilah sampah organik dan anorganik. Media sosialisasi yang digunakan yaitu berupa poster. Masyarakat diberi penjelasan tentang sampah organik, yaitu seperti sisa makanan, sayur-sayuran, buah-buahan, daging, ikan, nasi, dan sisa sisa daun ranting pohon, yang nantinya bisa dimanfaatkan sebagai kompos dan pupuk sederhana. Kemudian, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai sampah anorganik, yaitu seperti kertas, kaleng dan plastik. Selain itu, masyarakat juga diberikan penjelasan mengenai umur sampah plastik, berapa lama waktu yang dibutuhkan agar sampah plastik tersebut dapat terurai di alam. Setelah pemberian materi, masyarakat pun diajak untuk mengumpulkan sampah-sampah plastik yang ada disekitar lingkungannya. Sampah plastik yang dikumpulkan tersebut rencananya akan dijual kepada pengepul sampah plastik dan beberapa diolah menjadi kerajinan tangan. Di akhir kegiatan, tim polhut, peh dan penyuluh SPTN Wilayah III Aisandami memberikan tas kain (goodie bag) kepada masyarakat, sebagai bentuk dan ajakan untuk mengurangi pemakaian kantong plastik saat berbelanja di kios.
Oleh: Rusthesa Latritiani/Calon Penyuluh Kehutanan