Basis Data Terintegrasi Untuk Populasi Hiu Paus Dibangun Oleh Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Bersama Conservation International Indonesia
Siaran Pers – Berdasarkan basis data hiu paus di wilayah Bentang Laut Kepala Burung (BLKB), tren penemuan individu baru masih tinggi. Hal ini mengisyaratkan bahwa masih banyak individu hiu paus yang belum tersensus, baik itu individu hiu paus lama yang sudah mendiami BLKB, maupun individu-individu yang baru saja masuk/transit ke wilayah BLKB. Masih terbatasnya pelaksanaan pengumpulan foto identifikasi ini pada kalangan tertentu yang memliki ketertarikan terhadap hiu paus seperti peneliti dan pengelola kawasan mengakibatkan data yang terkumpul masih dalam skala kecil. Padahal, wisatawan, masyarakat, dan nelayan dapat dimanfaatkan untuk pengumpulan data hiu paus ini. Partisipasi publik dalam penelitian ilmiah atau yang sering kita dengar dengan nama citizen science dapat mengisi kesenjangan pengumpulan data hiu paus baik secara cakupan waktu maupun lokasi pemantauan. Lebih lanjut, data yang belum terintegrasi atau satu pintu menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan basis data hiu paus.
Merespon kesenjangan dan potensi pemanfaatan citizen science, Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) dan Conservation International Indonesia menyelenggarakan lokakarya selama tiga hari dari tanggal 8-10 Juni 2021 yang bertujuan untuk membangun sistem pemantauan digital menggunakan basis data hiu paus yang kuat dan terintegrasi di TNTC. Hasil utama dari lokakarya ini adalah terciptanya aplikasi survei hiu paus yang dibagi menjadi beberapa kelompok pengumpul data berdasarkan tingkat informasinya, antara lain peneliti (tingkat lanjut), wisatawan (tingkat menengah), dan nelayan/masyarakat (tingkat dasar). Untuk beberapa jenis data yang dikumpulkan secara terintegrasi ini dapat divisualisasikan secara real-time untuk memudahkan pengambil keputusan/kebijakan pengelolaan berdasarkan pantauan populasi hiu paus terkini.
Foto identifikasi (Photo ID) pada individu hiu paus merupakan salah satu pendekatan yang saat ini dilakukan secara global dikarenakan hasil data yang dikumpulkan dapat menjawab berbagai pertanyaan kunci,. Yang paling penting dari hasil lokakarya ini adalah pengumpulan datanya yang relatif mudah dan murah sehingga siapa saja dapat berpartisipasi. Sensus populasi melalui foto identifikasi ini memanfaatkan pola bintik yang unik untuk setiap individu hiu paus,. Ini persis seperti sidik jari pada manusia, sehingga peneliti dapat membedakan antara satu individu dengan individu lainnya dan memantau perkembangan setiap individu seperti pola pertumbuhan dan penyembuhan luka.
Contoh bagian tubuh hiu paus sebelah kiri yang diambil gambarnya untuk keperluan identifikasi individu (Sumber: Conservation International Indonesia)
Sejak hiu paus di Teluk Cenderawasih terungkap melakukan perjalanan ke kawasan BLKB lainnya seperti Raja Ampat, Fakfak, dan Kaimana, pengembangan metode penilaian populasi yang terstandar dengan sistem basis data terintegrasi terus dikembangkan untuk lebih memahami populasi dalam skala regional untuk tujuan konservasi dan pengelolaannya.
BBTNTC telah membangun Whale Shark Center (WSC) yang berfungsi sebagai pusat penelitian hiu paus. Kedepannya, sistem pencatatan dan basis data hiu paus ini akan menjadi alat yang digunakan para peneliti, wisatawan dan nelayan/masyarakat dalam melaporkan perjumpaannya dengan hiu paus dan secara real-time dapat dilihat hasilnya pada dashboard yang akan ditampilkan di WSC. Sehingga, selain diperuntukan bagi penelitian dan alat pengambil keputusan/kebijakan, basis data ini dapat digunakan sebagai media komunikasi dan edukasi tentang konservasi dan pengelolaan hiu paus.
Gambaran pergerakan populasi hiu paus dari Teluk Cenderawasih (Sumber: Conservation International Indonesia)
Hiu paus merupakan spesies ikan terbesar dan memang dikenal dapat melakukan pergerakan jarak jauh, seperti hiu paus “Elula II” yang dilacak mampu bergerak 10.000 km dari Teluk Cenderawasih ke Kepulauan Marshall di Samudera Pasifik. Saat ini hiu paus masuk dalam Apendiks II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) serta termasuk dalam daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) dengan kategori genting (endangered). Hal ini karena hiu paus memiliki karakteristik biologi yang spesifik seperti berumur panjang, fekunditas rendah, dan jumlah anakan sedikit. Untuk itu, pemantauan populasi mereka di alam sangatlah penting dilakukan agar dapat memahami ukuran populasinya di alam, bagaimana konektivitas populasinya dengan wilayah lain sehingga strategi pengelolaan yang diambil tepat sasaran.
Sistem pencatatan dan basis data terintegrasi yang sedang dikembangkan oleh BBTNTC dan CII
WSC di Taman Nasional Teluk Cenderawasih sebagai pusat penelitian hiu paus (Sumber: Luca Vaime/Underwater Tribe)