|

Sinergitas Pengelolaan Konservasi Pada Kepala Burung Papua

Pengelolaan konservasi tidak hanya ditunjang adanya pengelola teknis, namun perlunya adanya kerjasama kemitraan, diantaranya PENTA HELIX dalam membangun ekosistemnya, yang saling terintegrasi dalam bentangan laut dan bentangan daratnya.   Dengan demikian pengelolaan adaptif kolaboratif diperlukan dalam membangun konservasi bersama kearifan lokal setempat, yang mana memiliki keunikannya.

Oleh karena itu, pengelolaan adaptif kolaboratif digunakan untuk mengintegrasikan sistem konservasi dan kearifan lokal bagi kebutuhan manusia, makhluk hidup dan lingkungannya.  Hal ini sebagai upaya pencapaian keberlanjutan biodiversitas dan ekosistemnya serta manusia/masyarakat di masa sekarang dan akan datang dalam pembangunan berkelanjutan.

Kepala Burung Papua memiliki keanekaragaman hayati yang sangat banyak dan endemik sebagai bagian dari evolusi daratan dan perairannya.  Hal-hal yang belum banyak diketahui terus berkembang dari biodiversitas yang ada dan juga budaya masyarakat berupa Sasi.  Oleh karena itu, dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Kepala Burung Papua, perlu memperhatikan biodiversitas dan budayanya serta manusia sebagai bagian dari setiap ekosistem yang tidak terpisahkan.  Sebagai contoh di daratan hutan jenis satwa liar dan juga tumbuhan yang memiliki keunikan dan endemik, begitu juga di perairannya. Jenis burung cenderawasih dapat ditemukan lebih dari 30 jenis, sedangkan tujuh jenis penyu di dunia, empat diantaranya ditemukan jenis (Penyu Belimbing, Penyu Hijau, Penyu Sisik, dan Penyu lekang) dan hiu paus, yang setiap saat dapat dijumpai pada bagian Kepala Burung Papua (kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasi maupun dan Kawasan Konservasi Perairan Kaimana).   Dengan demikian perlu mensinergiskan pengelolaan konservasi di kepala burung papua disajikan pada gambar 1.

 

 

 

 

Gambar 1. Sinergitas Pengelolaan Konservasi di Kepala Burung Papua.

Pembangunan konservasi di Kepala Burung Papua harus memperhatikan lansekap baik di daratan maupun di perairan.  Sehingga Penta Helix dalam berkolaborasi untuk mendukung trans disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi, yang didukung kajian ilmiah dan kearifan lokal setempat.  Penta Helix yang dipertimbangkan dalam bekerja sama adalah pihak pemerintah, pihak tokoh adat/masyarakat, dan tokoh agama serta tokoh pemuda dan tokoh perempuan.  Di satu sisi kesadaran konservasi melalui sekolah alam perlu dilakukan dalam muatan lokal pendidikan setempat, maupun virtual.  Selanjutnya pembangunan konservasi harus mampu memperhatikan  kemaslahatan, keberlanjutan,  keselamatan, dan  kepercayaan.

Bagaimana membangun sinergitas pengelolaan konservasi di Kepala Burung Papua? Sinergitasnya harus memperhatikan aspek-aspek, antara lain:

  1. Regulasi dan kebijakan serta Standard Operating Prosedure (SOP)-nya, yang mana peraturan tersebut mendukung pengelolaan Kawasan;
  2. Kelembagaan/institusi, bagaimana bentuk dan struktur dari Lembaga pengelola Kawasan;
  3. Sumber Daya Manusia (SDM), baik jumlah maupun kualitas baik dalam jabatan fungsional maupun dalam jabatan struktural pengelola Kawasan;
  4. Pendanaan, bagaimana mengelola besar anggra yang dialokasikan pertahun dan juga mengoptimalkan penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP);
  5. Operasional pengelolaan, bagaimana pelibatan bersama masyarakat dan keterlibatan aktif kelompok masyarakat pengawas – Pokmaswas, Masyarakat Mitra Polhut (Polisi Kehutanan) – MMP, dan masyarakat Sadar Lingkungan-Darling serta penegak hukum setempat.

 

Berdasarkan aspek-aspek tersebut di atas dalam membangun sinergitas pengelolaan konservasi di Kepala Burung Papua memerlukan, antara lain:

  1. Pembangunan jejaring kawasan konservasi baik perairan maupun daratan di Kepala Burung Papua;
  2. Memahami kebutuhan manusia, makhluk hidup dan lingkungannya sebagai bagian dari setiap ekosistem baik di darat maupun di perairan termasuk daratan pulau besar dan kepulauannya;
  3. Kajian hasil temuan baik pada bentangan daratan maupun pada bentangan perairan bagi tumbuhan dan satwa liarnya. Untuk stratum dari tumbuhan dan interaksinya dengan makluk hidup dan lingkungan. Untuk satwa liar, yaitu ruaya atau siklus hidup spesies baik sebagai tempat kawin /berkembangbiak maupun tempat bermain/mencari makan;
  4. Membangun Kerjasama demi keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam dalam pemanfaatan di kawasan konservasi, seperti: pariwisata dan perikanan berkelanjutan menuju ekowisata yang memperhatikan Kesehatan lingkungan baik dalam penguatan fungsi maupun pembangunan strategis nasional yang tak terelakkan.

 

Bagaimana sistem pendanaan kegiatan dan operasionalnya dalam membangun sinergitas pembangunan konservasi di Kepala Burung?

  1. Perlu dikembangkan badan konsorsium dalam pengelolaan dana abadi baik pengelolaan di darat maupun pengelolaan di perairan, yang mana dari bunga dana abadi dipergunakan untuk pembiayaannya;
  2. Perlunya Badan Pengelola Konservasi baik koperasi maupun Badan Layanan Umum (BLU), yang mana dapat mengakomodir kebutuhan kegiatan dan operasionalnya;
  3. Perlu dibangun Kerjasama PENTA HELIX dengan pengelola Teknik dalam pengembangan konservasi sistem dan kearifan lokal yang bermanfaat dan berkelanjutan.

Sinergitas pengelolaan konservasi di Kepala Burung Papua, perlu mengidentifikasi jumlah Kawasan konservasi yang terlibat dalam jejaring berdasarkan karakteristik bio-ekologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya.  Akhirnya pengelolaan adaptif kolaboratif mampu membangun sinergitas pengelolaan konservasi di Kepala Burung Papua, yang mana dalam kerjasama di tingkat pengelola teknis harus mampu berbagi pengalaman, informasi dan penyelesaian masalahnya dari Penta Helix.

Dr. Ir. Zeth Parinding, S.Hut., M.P., IPU., ASEAN Eng.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *