Menilik Kondisi Kesehatan Terumbu Karang Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Sebagai taman nasional dengan sebagian besar kawasannya yang berupa perairan, Taman Nasional Teluk Cenderawasih secara berkala melakukan pemantauan kesehatan terumbu karang. Hasil pemantauan terumbu karang dapat digunakan sebagai dasar penilaian dari suatu kawasan. Jika dilakukan berulang-ulang menggunakan metode yang sama atau dapat dibandingkan, pemantauan dapat menyediakan informasi tentang kinerja kawasan konservasi dalam hal perlindungan kesehatan dan keanekaragaman komunitas bentik dan menjaga atau meningkatkan kelimpahan, ukuran, serta biomassa ikan-ikan terumbu, terutama jenis-jenis yang menjadi target perikanan subsisten, artisanal, atau komersial.
Pemantauan kesehatan terumbu karang di Taman Nasional Teluk Cenderawasih berturut-turut dilakukan pada tahun 2011, 2016, 2018, dan terakhir pada tahun 2021. Taman Nasional Teluk Cenderawasih telah memiliki site pemantauan kesehatan terumbu karang dengan jumlah 29 site di dalam kawasan, dan 6 site di luar kawasan sebgai titik kontrol. Kesehatan terumbu karang di Taman Nasional Teluk Cenderawasih terakhir dipantau pada Desember 2021 dan berhasil mengumpulkan data pada 15 site pemantauan dari total 35 site yang ada. Selain Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, dalam pemantauan ini juga melibatkan observer dan analis data dari Universitas Papua dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Kesehatan terumbu karang dapat diukur melalui struktur komunitas bentik (komunitas karang, avertebrata lain dan alga) serta komunitas ikan. Penilaian komunitas bentik dinilai menggunakan Point Intercept Transect/PIT (Transek Titik Menyinggung) dimana bentuk hidup terumbu dicatat dengan selang 0,5 m di sepanjang transek sepanjang 3 x 50 m pada kedalaman 10 m di setiap lokasi. Komunitas ikan dinilai dengan menggunakan gabungan antara transek sabuk dan survei renang jauh. Jumlah dan ukuran ikan dari taksa tertentu (dapat berupa spesies atau famili) dalam transek sepanjang 5 x 50 m pada kedalaman 10 m di setiap lokasi dicatat.
Komunitas bentik
Persentase tutupan karang hidupdi Taman Nasional Teluk Cenderawasih pada tahun 2021 sebesar 37,28 % ± 5,21. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 4 Tahun 2001 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang, kondisi terumbu karang di Taman Nasional Teluk Cenderawasih dinyatakan dalam kondisi sedang.
Persentase karang lunak (soft coral) sebesar 5,77 % ±1,55. Karang lunak memiliki peran ekologi sebagai sumber makanan beberapa jenis biota laut, seperti beberapa ikan (misalnya: famili Chaetodontidae), moluska (misalnya: gastropoda Ovula ovum), sebagai mikrohabitat beberapa hewan bentik (Ophiruidea, Holothuridea, Annelida dan Platyhelminthes), sebagai tempat berlindung beberapa kelompok hewan tertentu, dan penyumbang sedimen kalsium karbonat pada berbagai ekosistem laut. Persentase tutupan substrat tersedia (karang mati, batu dan CCA) menunjukkan permukaan stabil yang tersedia dimana karang dan organisme terumbu lainnya dapat melakukan rekrutmen. Makroalga dan spons kemungkinan menunjukkan adanya peningkatan nutrisi dan/atau hilangnya herbivora atau pemangsa spons.
Tabel 1. Tutupan karang per kategori di Taman Nasional Teluk Cenderawasih Tahun 2021 (nilai merupakan nilai rata-rata ± standard error)
Bentuk Pertumbuhan | Tutupan Karang (%) |
Hard Coral | 37,28 ± 5,21 |
Soft Coral | 5,77 ±1,55 |
Bleached Coral | 0,03 ± 0,03 |
Rubble | 16,13 ± 3,16 |
Dead Coral | 5,82 ± 1,12 |
Other Algae | 10 ± 2,65 |
CCA | 0 |
Secara umum penyakit karang belum mengancam ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, namun demikian ditemukan beberapa ancaman yang perlu dikhawatirkan di beberapa site seperti pada site 1219-Utara Pulau Yoop, ditemukan adanya kompetisi alga dan predasi dari kerang Drupella. Pada site 1218-Pulau Rariau dijumpai Black Band Disease (BBD) pada bentuk pertumbuhan coral foliose. Penyakit ini ditandai dengan suatu lembaran/bercak (mate) hitam yang luasnya sekitar ¼ – 2 inci pada permukaan jaringan karang. Menurut Richardson, 1998., BBD akan meningkat, apabila terjadi sedimentasi serta adanya pasokan nutrien, bahan-kimia beracun dan suhu yang melebihi normal. Hal ini sesuai dengan kondisi site dimana ditemukan banyak sedimen akibat abrasi pantai. Pada site 1211-Barat Yopanggar ditemukan adanya coral bleaching namun tidak ditemukan adanya predator, yang diduga merupakan penyakit White Syndrome (Wsyn). Penyakit ini menyerupai bleaching, namun jika diamati lebih dekat akan terlihat bahwa ada jaringan yang hilang. Pada site 1217-Depan Yomber (Mamas) didapati kerusakan terumbu karang pada kedalaman 3m yang diduga terjadi akibat penggunaan bom ikan. Hal menarik dijumpai pada site 1223-Tapapai dimana ditemukan satu bentuk pertumbuhan karang yang tumbuh pada bentuk pertumbuhan karang yang berbeda, hal ini menandakan bahwa proses recruitment karang pada site ini berjalan dengan baik. Karang pada site ini dapat digunakan sebagai bibit transplantasi karang.
Dibandingkan dengan pengamatan tahun 2018, persentase tutupan karang hidup di Taman Nasional Teluk Cenderawasih mengalami sedikit penurununan (1,41%). Penurunan juga tercatat pada persentase bentuk pertumbuhan karang lunak, pecahan karang, dan CCA. Sebaliknya, peningkatan persentase tutupan terjadi pada karang mati dan alga lainnya. Namun penurunan dan peningkatan tersebut secara keseluruhan masih tergolong stabil dan tidak signifikan (Gambar 2).
Komunitas ikan
Beberapa kelompok ikan dalam jumlah besar (schooling) ditemukan dibeberapa lokasi, seperti Ikan Lalosi (Caesionidae) hampir ditemukan di semua lokasi, schooling Siganidae ditemukan di Iseren dan schooling Scarini di Sobey. Selama monitoring ditemukan ikan Hiu di 2 lokasi, yaitu di Pulau Rariau dan depan Kampung Yomber serta duyung (Dugong dugong) di Pulau Tapapai.
Pada tahun 2021 biomassa ikan herbivora sebesar 191,84 ± 38,90 kg/ha menurun dibandingkan tahun 2018 dimana biomassa ikan herbivora tercatat sebesar 210,62 ± 43,82 kg/ha. Kelimpahan ikan herbivora berhubungan dengan makanan dan kondisi perairan. Ikan herbivora pada umumnya adalah pemangsa alga bentik. Peranan ikan herbivora sangat penting dalam ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu, tingkat eksploitasi kelompok ikan ini perlu dibatasi. Eksploitasi yang berlebihan akan menyebabkan pertumbuhan algae menjadi tinggi (Hyghes et al., 2006; Kopp et al., 2010), sehingga persentase tutupan karang akan menurun dan mortalitas karang muda akan meningkat (Mumby, 2006). Kelimpahan ikan herbivora berkorelasi negatif dengan persentase tutupan makroalgae, namun berkorelasi positif dengan penambahan individu/koloni karang (Mumby et al., 2006).
Berbanding terbalik dengan biomassa ikan karnivora yang mengalami peningkatan pada tahun 2021 yaitu sebesar 101,89 ± 21,11 kg/ha. Ikan karnivora merupakan predator teratas yang mampu membatasi ikan kelompok lain, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh pada proses resiliensi. Ikan karnivora juga dipandang sebagai komoditas ekonomis penting.
Tabel 2. Biomassa famili ikan kunci di Taman Nasional Teluk Cenderawasih Tahun 2021 (Semua nilai merupakan nilai rata-rata ± standar error)
Berdasarkan jenis ikan, terdapat peningkatan biomassa ikan pada famili Lutjanidae, Haemulidae, Serranidae, dan Siganidae pada tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2018. Sebaliknya, penurunan terjadi pada famili Acanthuridae dan Scaridae (Gambar 4).
Oleh : Nur Asni Puspita Sari/PEH BBTNTC
One Comment