Reef Health Monitoring TNTC 2021

Reef Health Monitoring (RHM) tahun 2021 dilakukan selama empat belas hari pada 10 sampai 23 Desember dengan melibatkan tim dari Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC), Universitas Papua (UNIPA), dan Yayasan Konservasi Alam Nasional (YKAN). Tujuan monitoring kesehatan karang ini adalah untuk mendapatkan data terkini kesehatan terumbu karang di Taman Nasional Teluk Cenderawasih dan lokasi lain sebagai pembanding serta memberikan informasi status kesehatan terumbu karang yang diperlukan untuk menilai efektifitas pelaksanaan sistem zonasi dan rencana pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC).

Tim Monitoring RHM TNTC 2021

Kondisi kesehatan karang merupakan komponen yang penting untuk mengukur efektifitas pengelolaan TNTC. Data terkini dan tren kondisi terumbu karang merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam menerapkan sistem zonasi dan digunakan untuk adaptasi terhadap rencana pengelolaan yang sedang dilakukan. Data perubahan dan kecenderungan antar waktu dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik dan lebih adaptif.

Pada Tahun 2018, 35 titik telah disurvei oleh tim monitoring yang terdiri dari UNIPA, BBTNTC, Dinas Pariwisata Kabupaten Teluk Wondama, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Teluk Wondama, WWF Indonesia Project Teluk Cenderawasih, UTPD KKP Raja Ampat, TNC Raja Ampat, CI Raja Ampat, dan Universitas Delf Jerman dari tanggal 12 sampai dengan 21 Juli 2018. Diketahui bahwa terumbu karang di TNTC secara umum dalam kondisi yang sehat dan tutupan karang keras hidup meningkat antar waktu. Walaupun terumbu karang mengalami degradasi dari aktifitas manusia seperti adanya penangkapan ikan dengan alat yang merusak dan dari alam seperti sedimentasi dari daratan, sehingga di beberapa lokasi dijumpai banyak pecahan karang, pertumbuhan alga yang berlebihan, beberapa jenis penyakit karang dan predasi terumbu karang dari biota lain. Bila dibandingkan dengan biomassa ikan di Raja Ampat dan secara umum di Bentang Laut Kepala Burung, biomassa ikan di TNTC relatif rendah. Hal ini menegaskan adanya tekanan pada eksositem terumbu karang TNTC yang cukup masif.

Berdasarkan data RHM 2018, maka BBTNTC melakukan berbagai upaya pengelolaan seperti meningkatkan kegiatan patroli sehingga dapat menekan pelanggaran baik pelanggaran zonasi maupun pelanggaran penggunaan alat tangkap; meningkatkan kegiatan sosialisasi dan penjangkauan kepada masyarakat; dan melakukan kegiatan pemulihan ekosistem. Untuk mengevaluasi kesuksesan dan dampak dari strategi pengelolaan, maka perlu dilakukan pengulangan pengukuran melalui kegiatan Reef Health Monitoring pada lokasi dan bulan yang sama dalam jangka waktu tertentu.

Tim Monitoring RHM TNTC 2021

Pada RHM tahun ini, pengambilan data dilakukan berdasarkan referensi Reef Monitoring Protocol Ahmadia, et al. Komunitas bentik dinilai menggunakan Point Intercept Transect (PIT) pada kedalaman 10 m di setiap lokasi. Bentuk pertumbuhan komunitas bentik mengacu kepada English dkk, 1997 dan dikelompokkan dalam kategori sebagai berikut: Hard Coral – HC (karang keras), Soft Coral -SC (karang lunak), Alga, Available Substrat (substrat penempelan tersedia), Rubble (pecahan karang) dan Other (bentuk bentik lainnya).

Data bentik berupa karang keras hidup dicatat hingga kategori bentuk pertumbuhan. Jika  pengamat  bentik  dapat  mengidentifikasi  genus  karang  secara  akurat,  maka  sebaiknya genus karang dicatat bersama dengan bentuk pertumbuhannya. Hal ini penting karena beberapa genus, seperti Porites dan Acropora, memiliki lebih dari satu bentuk pertumbuhan. Data dicatat langsung ke lembar data yang telah dicetak di atas kertas tahan air. Pengamat  bentik  berenang  sepanjang  3  x  50  m  (300  titik) pada  transek  yang  telah diletakkan roll-master dan mencatat setiap interval 0.5 m sepanjang transek, dimulai pada 0.5 m dan berakhir pada 50 m (100 titik per transek). Jika meteran tidak berada tepat di atas karang, maka dapat dipilih titik yang berada pada lereng terumbu pada kedalaman yang sama dan segera disesuaikan dengan posisi titik pada meteran yang ada di lereng terumbu.

Sementara pengamatan ikan menggunakan underwater visual census . Ikan terumbu disurvei menggunakan transek 5 x 50 m di setiap lokasi. Setiap survei  terdiri atas dua pengamat yang berenang di sepanjang transek yang ditempatkan pararel dengan puncak terumbu di kedalaman 10 m. Pengamat menghitung dan memperkirakan ukuran (TL –panjang total) dari setiap ikan dari spesies target.

Dari 35 site Reef Health Monitoring di TNTC, hanya 15 site yang berhasil diambil datanya dalam RHM 2021 dikarenakan kondisi cuaca yang tidak memungkinkan selama kegiatan.

Nur Asni Puspitasari/ PEH BBTNTC

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *