MONITORING POPULASI PENYU DI PULAU WAIRUNDI II
Tim Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Bersama beberapa kader konservasi melaksanakan Monitoring populasi penyu di site pengamatan Pulau Wairundi, Bidang Pengelolaan Taman Nasional (BPTN) Wilayah III Yambekiri selama 7 hari, 28 September – 4 Oktober 2020. Kegiatan ini merupakan kali kedua dalam tahun 2020 setelah monitoring pertama pada Bulan Juni 2020 dengan metode dan di site yang sama.
Metode yang digunakan dalam monitoring populasi penyu yaitu penilaian kualitas habitat dan observasi pantai melihat jejak peneluran dengan berjalan mengelilingi Pulau Wairundi, mengamati tanda-tanda keberadaan penyu seperti jejak, bekas sarang lama maupun sarang baru, cangkang telur bahkan cangkang penyu.
Pengamatan karakteristik habitat peneluran penyu meliputi pengukuran suhu dan kelembaban sarang pada pagi, siang dan malam hari; jarak pasang tertinggi dan pasang terendah; serta jenis vegetasi naungan.
Dari hasil monitoring ditemukan adanya lima sarang Penyu Hijau (Chelonia mydas) yang merupakan sarang lama sehingga tidak dilakukan penggalian. Jenis vegetasi naungan sarang tersebut didominasi jenis merambong (Scaevola teccada), cemara laut (Casuarina equisetifolia), ketapang laut, Tournefortia argentea, dan Pandanus tectorius.
Pengamatan Karakteristik Habitat Peneluran Penyu
Hasil wawancara dan data monitoring Bulan Oktober 2019, diketahui adanya 313 telur yang dipindahkan ke demplot penetasan telur penyu hingga menetas sebanyak 140 ekor tukik pada Bulan Januari 2020 dan dilepasliarkan sebanyak 20 ekor tukik oleh Bupati Kabupaten Teluk Wondama bersama masyarakat Isenebuay dan BPTN III Yembekiri. Sejak saat itu belum pernah ditemukan telur penyu hingga sekarang.
Kader konservasi menyebutkan bahwasanya penyu akan naik bertelur pada saat bulan terang (seperti lirik lagu: bulan pake payung, tete ruga / penyu batelur) antara Bulan Juni – Bulan Oktober. Masyarakat mengakui berdasarkan pengalaman mereka, lagu tersebut benar adanya.
Beberapa penyebab tidak ditemukannya penyu ataupun telur penyu saat kegiatan monitoring populasi penyu diantaranya adalah kerusakan habitat yang disebabkan oleh abrasi dan gelombang sehingga naungan sarang untuk bertelur juga semakin rusak; Semakin banyak pohon-pohon berukuran besar yang tumbang di pesisir pantai menjadi masalah besar karena menghalangi jalan penyu naik ke darat untuk bertelur; Tidak hanya log pohon tumbang, sampah plastik juga semakin banyak menumpuk dan menjadi penghalang bagi penyu untuk bertelur.
Selama kegiatan monitoring populasi penyu di Pulau Wairundi, tim sering kali menjumpai aktivitas masyarakat di pulau tersebut. Tim monitoring melakukan sosialisasi dan penyadartahuan tentang pentingnya menjaga kelestarian penyu sehingga masyarakat tidak menangkap ataupun memanfaatkan penyu apabila mereka menjumpai penyu atupun telur penyu.
Pendekatan dini kepada anak-anak di Kampung Isenebuai juga dilakukan untuk menanamkan pengetahuan mengenai pentingnya menjaga kelestarian penyu.
Wawancara dan penyadartahuan kepada masyarakat di Pulau Wairundi
Sosialisasi Kepada Anak-Anak di Kampung Isenebuai
Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) secara berkala telah melakukan monitoring populasi penyu guna mendukung program konservasi spesies dan genetik Direktorat Jenderal KSDAE dimana penyu merupakan dilindungi baik secara nasional melalui Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan secara internasional penyu masuk ke dalam ‘red list’ pada IUCN dan Appendix I CITES yang berarti spesies penyu yang terancam punah dan berstatus Critically Endangered (CR). Jumlahnya terus menurun, padahal keberadaan penyu sangat penting untuk ekosistem laut.
Oleh : Krisensia Yayuk Mangguali, S,Hut
Calon Penyuluh Kehutanan Pertama