MONITORING POPULASI PENYU DI SITE PENGAMATAN SPESIES PRIORITAS WAIRUNDI

Tim Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih telah melaksanakan kegiatan Monitoring Populasi Penyu di Site Pengamatan Spesies Prioritas Wairundi pada tanggal 29 Juni – 5 Juli 2020. Kegiatan ini bertujuan untuk memantau populasi dalam rangka mendukung peningkatan spesies terancam punah.

Tim Monitoring Populasi Penyu

Penyu merupakan reptil yang hidup di laut dan keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun dari kegiatan manusia. Sebagai salah satu jenis satwa liar yang dilindungi melalui Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, keberadaan habitat dan individu penyu harus mendapat perhatian dalam pengelolaan kawasan TNTC. Secara internasional, penyu masuk ke dalam ‘red list’ pada IUCN dan Appendix I CITES yag berarti bahwa segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian serius (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2009). Oleh karena itu, upaya konservasi penyu perlu dilakukan sebagai program penting dan mendesak untuk melindungi dan menyelamatkan populasi penyu, salah satunya dengan melakukan monitoring populasi.

Monitoring populasi penyu dilakukan dengan berjalan mengelilingi pantai Pulau Wairundi pada pagi dan malam hari, kemudian mengamati tanda – tanda keberadaan penyu seperti bekas sarang, jejak, atau cangkang telur. Selain itu, karakteristik habitat peneluran penyu juga diamati, meliputi suhu sarang dan jenis vegetasi naungan. Hasil monitoring yang ditemukan adalah 2 sarang penyu. Dua sarang tersebut merupakan sarang lama sehingga tidak dilakukan penggalian. Keduanya dimungkinkan sarang bekas hasil monitoring tahun lalu atau sarang lama bulan Oktober – Desember 2019. Sarang tersebut berada di bawah naungan vegetasi jenis Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Scaevola taccada, dan Tournefortia argentea yang mendominasi vegetasi hutan pantai di bagian terluar Pulau Wairundi. Sarang tersebut merupakan sarang Penyu Hijau (Chelonia mydas).

Sarang Penyu Hijau

Saat kegiatan monitoring malam, tim bertemu dengan 2 kelompok nelayan yang singgah dan bermalam di Pulau Wairundi. Kemudian tim melakukan pendekatan dan melakukan wawancara dengan nelayan tersebut, dan didapatkan informasi bahwa mereka ke Pulau Wairundi untuk menangkap ikan, bukan memburu penyu. Para nelayan menyampaikan bahwa mereka sering berkunjung ke Pulau Wairundi, namun akhir – akhir ini sudah jarang bertemu dengan penyu. Kemudian mereka memberikan informasi bahwa masih ada 4 kapal yang sedang memancing di sekitar Pulau Wairundi. Setelah melakukan wawancara dan mendapatkan informasi tim menjelaskan kepada nelayan bahwa adanya larangan untuk memancing dan bermalam di sekitar Pulau Wairundi karena Pulau Wairundi merupakan zona inti kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Selain itu perairan sekitar Pulau Wairundi merupakan lokasi untuk pemijahan ikan, sehingga kegiatan memancing tidak boleh dilakukan dalam jarak 200 m dari Pulau Wairundi. Pentingnya larangan tersebut adalah untuk melindungi dan mempertahankan populasi ikan serta penyu. Nelayan tersebut menyarankan agar dilakukan operasi gabungan antara pihak BBTNTC, pemerintah, dan masyarakat lokal dengan membawa surat tugas sebagai bukti agar para nelayan dari luar Kampung Isenebuai percaya dan mematuhi aturan untuk tidak memancing dan bermalam di Pulau Wairundi.

Monitoring Malam

Setelah melakukan monitoring di Pulau Wairundi, tim kemudian kembali ke Kampung Isenebuai untuk melihat demplot penetasan semialami serta melakukan wawancara dengan kader konservasi untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan penyu. Berdasarkan hasil wawancara, akhir – akhir ini mereka jarang menemukan penyu yang mendarat dan bertelur bahkan tidak menemukan telur penyu. Terakhir mereka mendapatkan telur penyu yang kemudian dipindahkan ke demplot ketika kegiatan monitoring populasi penyu bulan Oktober 2019. Dari 313 telur yang dipindahkan ke demplot kemudian menetas sebanyak 140 ekor tukik (44,73%) pada bulan Januari 2020. Pada Januari 2020 sebanyak 20 ekor tukik dilepasliarkan oleh Bupati Kabupaten Teluk Wondama, Kepala Kampung Isenebuai, dan Kepala Seksi  PTN V Rumberpon di pantai Kampung Isenebuai. Selain melakukan wawancara dengan nelayan dan kader konservasi, tim monitoring melakukan sosialisasi/penyadartahuan/diskusi kelompok dengan anak – anak Kampung Isenebuai terkait dengan pentingnya perlindungan populasi penyu. Kegiatan dilakukan dengan sistem belajar sambil bermain di luar (dermaga Kampung Isenebuai).

Diskusi kelompok dengan anak – anak Kampung Isenebuai

Menurut hasil wawancara dan informasi dari Kader Konservasi serta nelayan, penyu akan naik bertelur pada saat bulan mulai terang (sabit bulan baru – sabit akhir) dan musim bertelurnya sekitar bulan Juni – Oktober. Selama melakukan kegiatan monitoring serta hasil wawancara, ditemukan beberapa faktor yang dapat mengganggu keberadaan penyu, antara lain ditemukannya pohon – pohon tumbang dan sampah yang terbawa gelombang sehingga menyebabkan kerusakan habitat.

Kerusakan habitat yang diakibatkan oleh semakin luasnya area yang terkena abrasi dirasakan cukup mengkhawatirkan. Abrasi dan gelombang juga menyebabkan rusaknya vegetasi naungan sarang yang biasa dipilih oleh penyu untuk bertelur. Selain itu, tumbangnya pohon – pohon berdiameter besar maupun kecil yang pada akhirnya menghalangi jalan penyu untuk naik ke darat. Hal ini akan menyebabkan penyu mengalami kesulitan untuk melakukan pendaratan dan kesulitan memilih pantai yang cocok sehingga mereka akan mencari tempat atau pulau lain untuk bertelur. Faktor lain yang mengganggu keberadaan penyu saat ini adalah aktivitas manusia yang memancing kemudian singgah di Pulau Wairundi. Beberapa nelayan yang singgah di Pulau Wairundi jika melihat penyu yang mendarat dan bertelur akan diambil beserta telurnya untuk dikonsumsi. Hal ini menyebabkan tim monitoring tidak menemukan jejak dan telur penyu.

Faktor daya dukung habitat yang sangat mempengaruhi populasi penyu perlu dilakukan pemeliharaan habitat, sehingga dapat melakukan konservasi dan menambah jumlah populasi penyu. Mulai tahun 2017, dilakukan kegiatan pembinaan habitat penyu di site pengamatan spesies prioritas Pulau Wairundi.  Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah dengan pembersihan sekitar pantai yang terdapat log pohon tumbang, sehingga mempermudah penyu untuk melakukan pendaratan dan peneluran.

Adanya faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi populasi penyu saat ini menyebabkan perlunya kegiatan seperti sosialiasi atau penyadartahuan, pemasangan papan informasi/larangan, operasi gabungan antara TNTC, pemerintah, dan masyarakat lokal, serta sasi Pulau Wairundi.

Oleh :

Ganis Citra Purmadewi, S.Hut

Calon PEH Pertama

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *